Peternakan Domba Garut "Toekang Domba"

Salam Peternak Indonesia!
"Toekang Domba" adalah nama peternakan khusus Domba Garut yang kami kelola untuk pembibitan domba garut unggul. Peternakan Domba Garut "Toekang Domba" adalah langkah kecil kami dalam upaya turut melestarikan ternak asli Indonesia khususnya Domba Garut. Peternakan "Toekang Domba" berlokasi di daerah Soreang sebelah selatan kota Bandung yang merupakan daerah yang nyaman dan sejuk dengan ketinggian 800 meter diatas permukaan laut.



Minggu, 30 Agustus 2009

Malaysia Dilarang Membeli Domba Garut

BANDUNG, (PR).-
Pemprov Jabar menolak memberi izin pembelian bibit ternak domba garut oleh Malaysia, untuk melindungi kelestarian hewan ternak tersebut. Populasi ternak domba garut tengah dilakukan perlindungan oleh Pemprov Jabar dari ancaman dipatenkan oleh negara lain.

Gubernur Jabar H. Ahmad Heryawan, di Bandung, Rabu (20/5) mengatakan, belajar dari rencana pembelian bibit domba garut oleh Malaysia, terlihat adanya potensi besar pengembangan agrobisnis ternak tersebut dalam skala internasional. Peluang ini harus dimanfaatkan seoptimal mungkin oleh para peternak rakyat di Jabar, terutama domba garut.

"Kami juga akan berkoordinasi dengan sejumlah lembaga/instansi pemerintah terkait agar saling mendukung dalam upaya pelestarian komoditas-komoditas pertanian spesifik Jabar, termasuk domba garut. Kami tengah berupaya tak kecolongan agar berbagai komoditas spesifik lokal kemudian dipatenkan oleh negara lain," katanya di sela Ekspose Agribisnis Domba Jabar, di Mall Metro Indah, Bandung.

Disebutkan pula, peluang pemasaran domba internasional, di mana Jabar selaku sentra produksi di Indonesia, sangat terbuka dari Timur Tengah karena masyarakatnya sangat terbiasa makan daging domba dan kambing. Sejumlah pejabat negara di Timur Tengah menyatakan sangat meminati domba dari Jabar karena diketahui diusahakan oleh masyarakat Muslim, ketimbang selama ini membeli kambing dari Australia rata-rata 200 ton/hari.

Upaya pelestarian produk-produk pertanian spesifik Jabar dari ancaman dipatenkan negara lain, menurut Kepala Biro Produksi Pemprov Jabar, Toto M. Toha, juga dilakukan untuk produk muncang Sunan yang selama ini asli Kabupaten Sumedang. Soalnya, potensi bisnis muncang Sunan adalah produk bahan bakar alternatif dan pakan ternak.

Ketua Harian Himpunan Kerukunan Tani Indonesia (HKTI) Jabar, Entang Sastraatmadja, menilai, sikap Gubernur Jabar yang menolak izin pembelian domba garut oleh Malaysia, dapat dijadikan gambaran keberpihakan kepada usaha pertanian spesifik lokal, termasuk ternak domba.

Sinyal dari Gubernur Jabar tersebut harus diikuti koordinasi dan kekompakan berbagai dinas/instasi terkait lainnya di provinsi maupun kabupaten, bahkan tingkat pusat, mulai sektor hulu, izin perdagangan, kehakiman, pelabuhan, petugas keamanan, dll.

Dukungan pelestarian domba garut sebagai komoditas spesifik Jabar, juga muncul dari Dirjen Peternakan Departamen Pertanian, Tjeppy D. Sudjana, yang mengatakan, saat ini Departemen Pertanian tengah melakukan perlindungan sejumlah plasma nuftah lokal dari ancaman dipatenkan negara lain, misalnya domba garut dan sapi bali.

Diakui, pemerintah juga baru saja kecolongan atas lolosnya empat ratus bibit sapi bali melalui Sulawesi Utara yang juga dibeli Malaysia

sumber www.pikiran-rakyat.com

Minggu, 23 Agustus 2009

Pemprov. Jabar Siapkan Lahan Untuk Pembibitan Domba

Kamis, 20 Agustus 2009

Jika usulan program pembibitan domba disetujui dalam perubahan APBD Provinsi Jabar tahun 2009, Pemprov. Jabar menyiapkan lahan untuk kegiatan pembibitan domba, ungkap Kadisnak Jabar, Kusmayadi Tatang Padmadinata dalam keterangannya kepada jabarprov.go.id (20/8).Menurut Kusmayadi, usulan program tersebut merupakan salah satu usulan dari target pembangunan sektor peternakan, dalam memacu pengembangan ternak, Pemprov. Jabar mempunyai target untuk mengembangkan populasi domba. Program tersebut ditargetkan dapat selesai dalam tahun 2012.Pembibitan domba dalam perubahan APBD Jabar tahun 2009, direncanakan akan dilaksanakan di lahan seluas 26 Ha. Lahan tersebut, lokasinya ada di Kawasan Garut. Jenis domba yang akan dikembangkannya adalah Domba Garut.Jika program tersebut disetujui dalam perubahan APBD Jabar tahun 2009, dalam hitungan waktu 3 bulan, di lokasi tersebut akan dibuat kandang, kebun untuk pembibitan serta sebagian kecil kegiatan pembibitan domba, jumlahnya sebanyak 200 ekor.Rencananya, kegiatan pembibitan domba dengan jumlah besar akan dilaksanakan di tahun 2010. Lokasi pembibitan juga akan diperluas, salah satunya akan dilaksanakan di beberapa lokasi di Kawasan Kuningan. Target pembibitan domba, ujar Kusmayadi optimis dapat selesai dalam tahun 2012. Hal tersebut didasarkan atas pertimbangan program tersebut dilaksanakan secara terpadu. Salah satunya dilaksanakan bersamaan dengan program Sarjana Membangun Desa (SMD), untum kegiatan tersebut sebanyak 46 sarjana dipersiapkan untuk membantu kegiatan pembibitan domba.

Sumber : http://www.disnak.jabarprov.go.id

Jumat, 14 Agustus 2009

Karnaval domba Garut

Karnaval Domba Garut Lebihi Target Rekor Muri
Kamis, 13 Agustus 2009 , 22:03:00

GARUT, (PRLM).- Karnaval domba Garut (Aries Opis) diikuti 2.000 ekor lebih peserta, atau melebihi target pemecahan "Museum Rekor Indonesia" (Muri), sebanyak 1.709 ekor.

Sekretaris penyelenggara Janur M. Bagus, mengatakan, di Garut, Kamis (13/8), tingginya antusiasme para peternak dan penggemar karnaval, sungguh-sungguh di luar dugaan.

Pihak panitia sempat kewalahan menampung membludaknya peminat karnaval yang akan berlangsung 15 Agustus 2009, tetap akan memfasilitasinya.

Namun, penutupan pendaftaran peserta terpaksa dilakukan lebih cepat atau Kamis, yang semula dirancang pada Sabtu (15/8) saat menjelang pelaksanaan di tempat.

Sedangkan berbagai persiapan telah dirampungkan, seperti penyediaan panggung kehormatan, `sound system`, serta beragam jenis kesenian tradisional etnik Garut.

Pada puncak acara karnaval akan ada pagelaran wayang golek dengan Ki Dalang Asep Sunandar Sunarya dari Padepokan Giri Harja III Bandung, sebagai hiburan rakyat menyemarakkan HUT ke-64 Kemerdekaan RI, ungkap Janur.

Dia mengatakan, pihak penyelenggara lomba juga menyediakan sejumlah hadiah, antara lain tiga unit sepeda motor, lemari es, televisi berwarna 21 inci, serta sejumlah hadiah hiburan "door prize".

Bagi para peserta, disiapkan pula pakaian adat khas "jawara" domba, berupa kaos dan `pangsi` berwarna hitam untuk dikenakan para peternak ketika mendampingi dombanya berkanaval.

Kegiatan ini, kata Januar, diharapkan dapat menjadi hadiah istimewa bagi ulang tahun Kemerdekaan RI, sekaligus mempertahankan eksistensi peternak dan penggemar domba Garut sebagai salah satu species `plasma nuftah` unggulan langka di Indonesia, bahkan dunia. (das)


sumber : http://www.pikiran-rakyat.com


Rabu, 12 Agustus 2009

Karnaval Domba Laga






Karnaval Domba Laga
Karnaval Domba Laga Terbanyak Dengan Tujuan Memecahkan Rekor MURI, Adapun yang Akan Dikarnavalkan Adalah jenis Domba Tangkas yang Berjumlah 1.709 ekor, yang Dilaksanakan Pada Hari: Sabtu & Minggu, Tgl 15-16 Agustus di Lapangan JL.Proklamasi.
Garut, Jawa Barat, Indonesia




STANDARDISASI DAN SERTIFIKASI DOMBA GARUT

Denie Heriyadi
Litbang HPDKI Jawa Barat

Mudah-mudahan tulisan berikut ini dapat sedikit merangkum pertanyaan-pertanyaan dari Bapak Dedi, M. Iksan, Subagyo, Bambang, Agus R., Rozak, Doni R., Maman, rekan-rekan dari HPDKI dari Cianjur, Sukabumi, Bogor, Tasik, Peternak domba dari Tulung Agung, Yogyakarta, dan beberapa kota lainnya.
Menghadapi persaingan global yang semakin keras di masa mendatang, standardisasi merupakan instrumen yang penting untuk memenangkan pasar, tak heran bila kemudian standardisasi menjadi isu penting terutama bagi industri yang berorientasi pasar lokal maupun ekspor. Selanjutnya diungkapkan bahwa perguruan tinggi berperan sangat penting dalam pengembangan serta mempromosikan standardisasi di Indonesia, demikian salah satu cuplikan dari hasil seminar The Role of Standardization to Penetrate the European Market di Jakarta pada Tanggal 9 Juni 2005 (Kompas, 10 Juni 2005).
Standardisasi adalah upaya memberikan jaminan mutu untuk suatu produk tertentu, sehingga seluruh tahapan produksi, penyiapan, penyimpanan, pengangkutan, dan pemasaran suatu produk dapat diperiksa serta sesuai dengan standar. Tujuan standardisasi adalah melindungi produsen dan konsumen dari manipulasi atau penipuan benih/bibit ternak atau produk ternak tertentu di pasar. Dalam hal Standar Nasional Indonesia (SNI) disusun dengan maksud untuk menyediakan suatu ketentuan tentang persyaratan produksi, pelabelan, dan pengakuan (claim) terhadap produk tertentu yang dapat disetujui bersama.
Mengacu pada hasil penelitian Heriyadi, dkk (2003) telah dibuat standardisasi mutu bibit Domba Garut yang mengacu pada kondisi faktual Domba Garut yang terdapat di Jawa Barat, khususnya standardisasi mengenai sifat-sifat kuantitatif dan kualitatif Domba Garut di Jawa Barat, di samping itu disertakan pula beberapa hasil penelitian yang telah dilakukan, menyangkut berbagai aspek produksi, aspek-aspek reproduksi pada Domba Garut jantan dan betina, untuk melengkapi aspek-aspek zoo-teknik yang perlu dipertimbangkan dalam membuat standardisasi Domba Garut secara lengkap.

Hasil standardisasi Domba Garut tersebut adalah sebagai berikut :
(1) Ciri khas Domba Garut adalah kombinasi antara ekor yang berbentuk segi tiga terbalik (ngabuntut beurit atau ngabuntut bagong) dengan bentuk kuping yang rumpung/rudimenter (<> 8 cm) tidak dapat digolongkan ke dalam Domba Garut.
(2) Standar sifat-sifat kuantitatif Mutu Bibit Domba Garut adalah :
1) Bobot badan Domba Garut jantan minimum 57,74 kg.
2) Bobot badan Domba Garut betina minimum 36,89 kg.
3) Panjang badan Domba Garut jantan minimum 63,41 cm.
4) Panjang badan Domba Garut betina minimum 56,37 cm.
5) Lingkar dada Domba Garut jantan minimum 88,73 cm.
6) Lingkar dada Domba Garut betina minimum 77,41 cm.
7) Tinggi pundak Domba Garut jantan minimum 74,34 cm.
8) Tinggi pundak Domba Garut betina minimum 65,61 cm.
9) Lebar dada Domba Garut jantan minimum 22,08 cm.
10) Lebar dada Domba Garut betina minimum 16,04 cm.

(3) Sifat-sifat kualitatif Domba Garut di Jawa Barat adalah :
1) Karakteristik warna bulu dominan pada Domba Garut Jantan adalah kombinasi warna hitam-putih, yaitu sebesar 86 %.
2) Karakteristik warna bulu dominan pada Domba Garut Betina adalah kombinasi warna hitam-putih, yaitu sebesar 75 %.
3) Motif bulu dominan pada Domba Garut jantan adalah hitam (19,83 %) dan belang sapi (14,88 %).
4) Motif bulu dominan pada Domba Garut betina adalah hitam (20,55 %) dan belang sapi (14,26 %).
5) Bentuk dasar tanduk dominan pada Domba Garut jantan adalah Gayor (51,65 %), Ngabendo (17,36 %), dan Leang (16,53 %).

Sertifikasai mutu bibit Domba Garut telah dilaksanakan oleh HPDKI Jawa Barat bekerjasama dengan Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat dan Fakultas Peternakan Untad sejak Tahun 2002 s.d. 2007. Sertifikasi dilakukan berdasarkan kriteia teretentu, yaitu atas dasar hasil standardisasi mutu bibit Domba Garut, antara lain : Domba Garut harus memiliki ciri khas, sifat-sifat kuantitatif, dan sifat-sifat kualitatif seperti tersebut di atas, di luar ciri tersebut domba tidak dapat disertifikasi.
Sampai saat ini telah disertifikasi Domba Garut sebanyak 564 ekor yang tersebar di Kota Bandung, Kabupaten Bandung, Garut, Sumedang, Majalengka, Kuningan, Cianjur, Sukabumi, dan Bogor.
Selama ini pelaksanaan sertifikasi tidak dipungut biaya, karena masih dalam program yang dikelola dan dibiayai oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat.
Pemilihan domba yang disertifikasi didasarkan atas ketentuan yang dikeluarkan oleh Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat, serta permintaan Peternak atau Pengurus Cabang HPDKI kepada DPD HPDKI Jawa Barat.
Permintaan sertifikasi disampaikan kepada Litbang HPDKI Jawa Barat (Denie Heriyadi atau Novi Mayasari) melalui E-mail:detilufpt@yahoo.com atau denie@neurosurg.fk.unpad.ac.id.
Sertifikasi dilakukan bila lokasi sesuai ketentuan yang telah ditetapkan oleh Dinas Peternakan. Untuk kegiatan sertifikasi Tahun 2008 masih Belum ditetapkan kota mana yang akan mendapat kesempatan sertifikasi gratis ini. Mudah-mudahan saja kegiatan sertifikasi gratis masih akan berlangsung dalam 1-2 tahun ke depan.
Di luar program tersebut, mulai Tahun 2008 sertifikasi dapat dilakukan secara kolektif minimum untuk 10 ekor domba, dengan biaya Rp 50.000,00 per sertifikat untuk Kota Bandung dan Rp 70.000,00 untuk luar Kota Bandung dengan mengajukan permohonan yang ditujukan kepada Ketua HPDKI Jawa Barat (Ir. Yudi Guntara).
Berkenaan dengan kegiatan sertifikasi ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada Dr. Ir. H. Rachmat Setiadi, M.S. Kepala Dinas Peternakan Provinsi Jawa Barat yang telah mendukung kegiatan sertifikasi Bibit Domba Garut Sejak Tahun 2002, serta Ir. Dewi Sartika, MSi beserta Staf di Perbibitan yang sering direpotkan oleh urusan pertanggungjawaban administrasi sertifikasi.

Domba Garut dalam Telaahan Ilmiah

Domba Garut dalam Telaahan Ilmiah
Dalam upaya memanfaatkan dan melestarikan sumber daya genetik
ternak lokal, domba Priangan atau lebih dikenal sebagai domba Garut
telah lama dibudidayakan oleh masyarakat di Jawa Barat.
Sejalan dengan makin digemarinya ternak ini oleh masyarakat,
Balai Penelitian Ternak melakukan penelitian untuk
meningkatkan manfaat domba Garut
sebagai sumber daging.


Merkens dan Soemirat dalam artikel yang berjudul “Sumbangan Pengetahuan tentang Peternakan Domba di Indonesia” yang dimuat dalam buku Domba dan Kambing, mengemukakan pada tahun 1864 Pemerintah Hindia Belanda memasukkan beberapaMerkens dan Soemirat dalam artikel yang berjudul “Sumbangan Pengetahuan tentang Peternakan Domba di Indonesia” yang dimuat dalam buku Domba dan Kambing, mengemukakan pada tahun 1864 Pemerintah Hindia Belanda memasukkan beberapa ekor domba Merino. Pada tahun 1869 domba tersebut di bawa ke Kabupaten Garut, dan secara bertahap disebarkan ke beberapa penggemar domba. Domba Merino juga disebarkan ke daerah lain, seperti Sumedang dan Bandung. Dalam perjalanannya, terjadi persilangan yang berlangsung terus menerus antara domba Merino dan domba lokal dari daerah Cibuluh dan Wanaraja Kabupaten Garut, dan domba Kapstaad. Persilangan tanpa rencana dan tanpa arah ini menghasilkan satu sumber daya genetik domba yang khas, yaitu memiliki kombinasi telinga rumpung (rudimenter) dengan ukuran lebih
kecil dari 4 cm atau menyerupai bentuk daun kacang gude dengan ukuran 4-8 cm. Domba ini berekor seperti ekor tikus atau ekor babi hutan dengan warna wol dominan hitam pada bagian muka. Domba Garut pada awalnya bersifat agresif sehingga pada tahun 1905-1970 berkembang
menjadi domba adu dan terkenal dengan adu domba. Istilah adu domba ini kemudian diperhalus
menjadi ketangkasan domba, yang kriterianya selain kuat untuk diadu, domba juga mempunyai postur, warna, dan corak bulu yang indah. Domba Garut yang kita temukan dewasa ini umumnya dikenal sebagai domba tangkas yang juga sebagai domba pedaging. Perkembangan informasi terkini dapat diperoleh dengan mengunjungi www.dombagarut.com. Domba Garut merupakan salah satu ternak ruminansia kecil yang mendapat perhatian Himpunan Peternak Domba dan Kambing Indonesia (HPDKI). Dalam upaya pengembangan ternak domba, pada tahun 1984-1994, Balai Penelitian Ternak bekerja sama dengan Small Ruminant Collaborative Research System Program melakukan penelitian domba lokal ekor tipis, termasuk domba Garut. Penelitian pada domba Garut masih berlanjut sampai sekarang. Dalam artikel ini dikemukakan hasil telaahan ilmiah domba Garut yang dapat dimanfaatkan dalam upaya pengembangan domba tersebut. Domba Garut jantan dewasa memiliki bobot badan rata-rata 57,7 kg dan untuk betina dewasa 36,9 kg, dengan warna bulu dominan kombinasi hitam dan putih. Jumlah anak per kelahiran rata-rata 1,9 ekor dengan bobot lahir 4,7 kg, daya hidup 78,5%, dan bobot sapih 17,1 kg. Untuk mempertahankan jumlah anak yang dapat bertahan hidup, aspek tingkah laku beranak perlu diperhatikan. Tingkah laku beranak merupakan serangkaian kejadian yang saling berhubungan dan meliputi tiga tahap yaitu sebelum beranak, saat beranak, dan setelah beranak. Tingkah laku umum yang terlihat pada domba menjelang beranak antara lain adalah peningkatan keinginan untuk beristirahat (berdiri dan berbaring), memisahkan diri (seclusion), dan vokalisasi. Selain itu, induk yang akan beranak juga menunjukkan tingkah laku berjalan berkeliling membentuk lingkaran kecil, mengais-ngais, telinga rumpung (rudimenter) durinasi,
nyengir (flehmen), dan menjilati diri sendiri. Frekuensi kejadian tingkah laku beranak domba Garut induk sebelum beranak setiap 30 menit yaitu berdiri rata-rata 8,2 kali, berbaring 7,6 kali, jalan berkeliling 10,3 kali, vokalisasi 39 kali, urinasi 1,9 kali, nyengir 22,9 kali, dan mengaisngais 15 kali. Sebaran saat beranak dalam satu hari adalah 25% pada pukul 06.00-12.00, 21,8% pada pukul 12.00-18.00, 28,2% pada pukul 18.00-24.00, dan 25% pukul 24.00-06.00. Domba Garut dapat beranak kapan saja, sesuai dengan saat dorongan persalinan. Lama beranak untuk kelahiran anak pertama adalah 16,6 menit, anak kedua 7,4 menit, dan anak ketiga 2 menit. Tingkah laku ini perlu diperhatikan peternak untuk mengantisipasi dan mempersiapkan kelahiran yang normal, serta keselamatan anak yang dilahirkan. Tingkah laku selanjutnya yang perlu diperhatikan adalah posisi dan saat beranak. Induk yang beranak dengan posisi berdiri mencapai 37,5% dan dengan posisi berbaring 62,5%. Setelah anak lahir, induk biasanya menjilati anaknya selama 16,4 detik, kemudian membiarkan anaknya berusaha untuk berdiri sendiri dan menyusu. Dari pengamatan, anak dapat langsung berdiri setelah 23,2 menit dan membutuhkan waktu 48,6 menit untuk berhasil menyusu pada induknya. Anak domba yang baru lahir memiliki bobot relatif sama, yakni untuk kelahiran tunggal 2,8 kg, kelahiran kembar dua 2,5 kg, kembar tiga 2,6 kg, dan kembar empat 1,6 kg/ekor. Potensi sumber daya genetik domba Garut secara biologis seperti yang telah diuraikan dapat memberikan informasi dasar dan wawasan kepada para pemulia dalam upaya meningkatkan produktivitas melalui seleksi dan atau persilangan dengan domba-domba unggul, seperti domba St. Croix dari Amerika Serikat atau domba Moulton Charollais dari Perancis (Bess Tiesnamurti).
Untuk informasi lebih lanjut
hubungi:
Pusat Penelitian dan
Pengembangan Peternakan
Jalan Raya Pajajaran Kav. E-59
Bogor 16143
Telepon : (0251) 8322185
Faksimile : (0251) 8328382
E-mail : criansci@indo.net.id

Sumber : http://www.pustaka-deptan.go.id


PROSPEK PERTANIAN ORGANIK DI INDONESIA

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan �Back to Nature� telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Peluang Pertanian Organik di Indonesia

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.

Tabel 1. Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002

No. Wilayah Areal Tanam (juta ha)

  1. Australia dan Oceania 7,70
  2. Eropa 4,20
  3. Amerika Latin 3,70
  4. Amerika Utar 1,30
  5. Asia 0,09
  6. Afrika 0,06

Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.

Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

Pertanian Organik Modern

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu:

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.

b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

Tabel 2. Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik

No. Kategori Komoditi

  1. Tanaman Pangan Padi
  2. Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis.
  3. Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
  4. Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya.
  5. Peternakan Susu, telur dan daging

Sumber : http://www.litbang.deptan.go.id
PROFILE DOMBA GARUT

LATAR BELAKANG
Usaha ternak domba di Kabupaten Garut telah lama diusahakan oleh petani ternak di pedesaan yang hampir tersebar di seluruh kecamatan di Kabupaten Garut, baik sebagai usaha pokok maupun usaha sampingan yang dipadukan dengan usaha tani. Oleh karena itu keberadaan usaha ternak domba dapat memberikan kontribusi nyata terhadap tingkat kesejahteraan masyarakat dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Dilihat dari rata-rata tingkat kepemilikan ideal, dimana skala pemilikan ideal adalah 20 – 50 ekor per peternak. Ternak domba umumnya dipelihara secara tradisional yang berfungsi sebagai tabungan, sumber pupuk kandang serta sumber pendapatan sebagai hewan kesayangan., rata-rata tingkat kepemilikan umumnya rendah yaitu dibawah 10 ekor per keluarga petani. Hal tesebut tidak mengurangi nilai keberadaan ternak domba di masyarakat karena keterampilan petani ternak tersebut dapat diandalkan bila mereka diberi motivasi usaha dan tingkat permodalan yang memadai. Hal ini karena selain cocok dengan lingkungan setempat juga sudah akrab dan menjadi tradisi yang turun temurun dengan masyarakat petani di daerah, khusus Domba Garut sebagai domba laga atau sebagai hewan kesayangan, biasanya dipelihara oleh mereka yang memiliki tingkat permodalan yang kuat, karena harga domba tersebut sangat memiliki harga yang mhal dan unsure seni serta keindahan yang ditonjolkan.
Sejalan dengan keberadan ternak domba yang beredar dimasyarakat selama ini, maka Pemerintahan kabupaten
Garut menjadikan ternak domba sebagai komoditas unggulan serta menjadi kebanggaan nasiaonal karena memiliki khas yang tidak dimiliki oleh jenis/bangsa domba lainnya di dunia.
Domba Garut banyak dipelihara dipedesaan oleh para peternak di Jawa Barat, karena domba tersebut lahir dengan perkembangan usaha sampai sekarang bahwa Domba Garut banyak tersebar di luar Jawa Barat seperti Sumatra Utara, Jawa Tengah namun perkembangannya belum menggembirakan. Salah satu keistimewaan ternak Domba Garut yaitu ternak domba jantan dengan anatomi tanduknya yang bermacam-macam, tubuhnya serta tempramen/sifat-sifat yang spesifik sebagai domba adu dan terkenal dengan domba tangkas dan sekarang lebih dikenal dengan domba laga, karena domba adu memiliki konotasi yang kurang baik di masyarakat. Dikatakandomba tangkas karena memiliki seni ketangkasan yang dipadukanengan seni pancake silat, dan dikatakan domba laga karena berlaga dilapangan yang menarik perhatian orang banyak serta memiliki unsure seni yang indah dipandang.
Setelah berdirinya himpunan Peternak Domba Garut Kambing Indonesia (HPDKI) istilah “adu” dihilangkan karena untuk tidak mengasosiasikan kata “adu” dengan permainan judi. Sebagai seni khas kebudayaan Jawa Barat terutama masyarakat Priangan, sejak jaman dahulu sampai sekarang dikenal dan digemari oleh masyarakat banyak, hal ini karena sebagai seni dan hiburan yang murah meriah.

SENI KETANGKASAN DOMBA GARUT
Seni ketangkasan Domba Garut merupakan salah satu kegemaran tersendiri yang disenangi erta ternak domba Garut dapat dikategorikan sebagai hewan kesayangan serta hewan kebanggaan. Domba Garut dipelihara secara khusus artinya dengan perlakuan dalam pemeliharaannya secara khusus terutama dalam membentuk tanduk agar memiliki temperamen yang indah dan kelihatan gagah, sehingga tercipta motto tentang domba garut yaitu “Tandang di Lapang, Gandang di Lapang, Indah Dipandang serta Enak Dipanggang”.
Seni ini merupakan ajang kontes dalam memilih bibit sebagai raja dan ratu bibit ternak domba Garut, karena setiap event pertandingan ternak domba yang bagus sangat mendapat sorotan setiap peternak dan penggemar, dengan sendirinya bahwa ternak tersebut memiliki harga yang sangat tinggi.
Perlombaan atau kontes ternak ini merupakan tempat berkumpulnya par peternak dan pemilik, para penggemar, tokoh Domba Garut serta perkumpulan organisasi profesi yang dihimpun alam wadah HPDKI (Himpunan Peternak Domba Kambing Indonesia). Pemeliharaan Domba Garut sebagai domba tangkas (laga) telah sejak lama dilakukan oleh para peternak, penggemar ketangksan domba dengan perlakuan yang sangat istimewa serta kepemilikan domba tersebut dahulu disebut “juragan”. Peternak pemelihara harus memliki nilai jiwa seni yang khusus serta akrab dengan domba.
Berbagai upaya dan pengorbanan para peternak Domba Garut semata-mata diarahkan untuk menciptakan keunggulan Domba Garut pejantan di arena perlombaan (ketangkasan), sebab domba laga yang unggul akan menyandang gelar juara serta mendapart nilai jual yang melonjak tinggi.
Karena ternak Domba Garut merupakan bagian dari ternak seni, maka setelah Domba Garut tandang di lapang, salah satu kegembiraan yang diraih oleh pemiliknya atau pelatihnya, ketika domba tersebut mengalunkan seni sesuai irama ketukan kendang.
Dalam seni ketangkasan domba jarang terjadi kecelakaan pada ternak domba apalagi sampai terjadi cacat atau mati, sebab setiap pertandingan selalu diawasi oleh :
• Dewan Hakim
• Dewan Juri
• Wasit

Domba Garut sebagai domba tangkas atau domba laga terbagi atas kelas-kelas, yaitu :
• Kelompok kelas A dengan berat badan 60 – 80 kg ;
• Kelompok kelas B dengan berat badan 40 – 59 kg ;
• Kelompok kelas C dengan berat badan 25 – 39 kg.

Demikian pula pukulan-pukulannya dibatasi menurut pembagian kelas masing-masing, umpamanya kelas A sebanyak 25 pukulan, kelas B sebanyak 20 pukulan dan kelas C sebanyak 15 pukulan. Selain dari pada pembagian kelas tersebut, ada pula pembagian khusus yang disebut kelas pasangan, kelas pasangan dikhususkan domba yang
mempunyai criteria kesamaan warna bulu, tinggi, berat badan, keserasian tanduk, keserasian gaya pukulan dan
keserasian lainnya. Untuk kelas ini jumlah pukulannya ditentukan 20 – 25 pukulan. Dasar penilaian dalam
pertandingan inilai dari pukulan, gaya bertanding, ketangkasan dalam bertanding, keindahan fisik, kelincahan dan
stamina.
Untuk keturunan yang bagus, anak domba jantan umur satu minggu sudah kelihatan bakal tanduknya, seiring
dengan bertambahnya umur domba bertambah besar pula tanduknya. Pada saat pertumbuhan, tanduk itu tidak
keluar langsung dan indah. Untuk menjadikan seperti yang diharapkan memerlukan suatu ketelatenan dan
kemahiran dalam merawat tanduk. Beberapa pengalaman para peternak dalam merawat tanduk domba diantaranya
sebagai berikut :
a. Agar tanduk berwarna hityam mengkilap, biasanya digosok dengan kemiri ;
b. Untuk membentuk tanduk yang simetris, dipanaskan dahulu kemudian diurut sambil dibentuk ;
c. Untuk melatih kekuatan, keindahan tanduk diberi latihan beradu 1 (satu) minggu sekali ;
d. Rambut / bulu di sekitar tanduk dibersihkan ;
e. Pencukuran bulu dilakukan secara rutin serta dibentuk tampak kelihatan gagah.
Pendekatan yang ditempuh adalah bagaimana memberikan pengertian kepada para peternak terutama
dikeluarkannya kebijakan pemerintah, khususnya Pemerintah Kabupaten Garut agar keberadaan dan kelestarian
seni ketangkasan Domba Garut memiliki nilai budaya yang dapat diakui oleh segenap masyarakat, bahwa seni
ketangkasan ini bukan “NGADUKEUN DOMBA” tetapi seni yang dimilki oleh ternak domba yang harus
dimodifikasi dan citra adu domba dengan sendirinya harus hilang dalam pandangan masyarakat luas.
Sejalan dengan pemahaman di atas bahwa yang harus dilakukan sebagai unsure seni adalah mengubah suasana adu
domba yang tidak jelas keberadaannya dihimpun dalam wadah atau tatanan atauran dalam meningkatkan nilai
tambah sebagai prestasi domba dan peternaknya. Hal tersebut perlu dilakukan sosialisasi pemahaman terhadap seni
ketangkasan yang mencerminkan nilai-nilai budaya dan prestasi sehingga seni ketangkasan Domba Garut
merupakan komoditi yang dapat dijual unsure seninya.
OLeh karena itu diperlukan peranan pemerintah serta kumpulan peternak yang dihimpun dlam organisasi HPDKI
dalam meningkatkan keberadaan Domba Garut agar mampu berkiprah dalam meningkatkan pendapatan peternak
sehingga peternak domba lebih maju, efisien dan tangguh untuk menambah devisa daerah.
SPESIFIKASI TERNAK DOMBA GARUT
Menurut para pkar domba seperti Prof. Didi Atmadilaga dan Prof. Asikin Natasasmita, bahwa Domba Garut
merupakan hasil persilangan antara domba local. Domba Ekor Gemuk dan Domba Merino yang dibentuk kira-kira
pada pertengahan abd ke 19 (±1854) yang dirintis oleh Adipati Limbangan Garut, sekitar 70 tahun kemudian yaitu
tahun 1926 Domba Garut telah menunjukan suatu keseragaman. Bentuk tubuh Domba Garut hampir sama dengan
domba lokal dan bentuk tanduk yang besr melingkar diturunkan dari Domba Merino, tetapi Domba Merino tidak
memiliki “insting” beradu.
Berat badan domba dapat mencapai 40 sampai 80 kg. Menurut beberapa ahli, bahwa Domba Garut selain memilki
keistimewaan juga sebagai penghasil daging yang sangat baik dalam upaya meningkatkan produksi ternak domba.
Jenis Domba Garut tergolong jenis domba terbaik, bahkan dalam perdagangannya dan paling cocok serta menarik
perhatian banyak masyarakat, mudah dipelihara oleh petani kecil karena relative lebih mudah pemeliharaannya dan
lebih cepat menghasilkan serta mudah diuangkan.
SEJARAH DOMBA GARUT
Domba Garut sesuai namanya berasal dari Kabupaten Garut tepatnya di daerah Limbangan, kemudian berkembang
dan kini menyebar ke seluruh pelosok Jawa Barat khususnya dan seluruh Indonesia umumnya.
Bentuk umum Domba Garut, tubuhnya relatif besar dan berbentuk persegi panjang, bulunya panjang dan kasar,
tanduk domba jantan besar dan kuat serta kekar (ini merupakan modal utama dalam seni ketangkasan domba.
Keistimewaan dengan tanduk yang besar melingkar ke belakang dan bervariasi, badan padat, agresivitasnya tinggi
sehingga memilki temperamen yang dindah dan unik.
Ciri khas Domba Garut yaitu pangkal ekornya kelihatan agak lebar dengan ujung runcing dan pendek, dahi sedikit
lebar, kepala pendek dan profil sedikit cembung, mata kecil, tanduk besar dan melingkar ke belakang. Sedangkan
betina tidak bertanduk, telinga bervariasi dari yang pendek (ngadaun hiris) sampai yang panjang dan memiliki
warna bulu yang beraneka ragam. Domba Garut banyak dijumpai memiliki daun telinga rumpung, sedangkan yang
memiliki daun telinga panjang dikenal dengan domba “BONGKOR”
Untuk mendapat Domba Garut yang baik harus dimulai dari betina yang kualitasnya sangat bagus, pejantan dari
keturunan Domba Garut memiliki performa yang baik pula. Para tokoh domba memelihara Domba Garut memiliki
karakter yang berbeda dalam merawatnya mulai dari anakan sampai dewasa (siap tanding).
Anak Domba Garut yang dipilih untuk dijadikan domba tangkas harus diberikan latihan beradu dan berlaga di
lapangan, tanpa diberi pelatihan Domba Garut tersebut tidak akan memiliki unsure seni di lapangan, sehingga tidak
indah dipandang ketika berlaga, yaitu mengenai langkah mundur dan langkah maju atu dengan kata lin
“Tembragan” atau tubrukannya tidak baik.
Sampai sekarang Domba Garut tetap memiliki unsure seni yang digemari dan merupakn ternak kebanggaan
masyarakat Jawa Barat.
Domba Garut sebagai domba kesayangan, setiap hari minggu selalu diadakan kontes atu pemidangan di setiap
daerh di Jawa Barat, khususnya di Kabupaten Garut, event ketangkasan Domba Garut digelar dalam hari besar
nasional, hari ulang tahun seperti hari jadi Garut, HUT TNI, HUT Kemerdekaan RI.
Kekeluargaan para penggemar Domba Garut khususnya di Jawa Barat diikat dengan organisasi profesi, yaitu
HPDKI, sehingga setiap kali digelar mereka dengan mudah untuk melaukan pertemuan di lapangan atu tempat
pemidangan yang khusus dibuat sebagai event Kontes Ternak Domba Garut berlaga.
ISTILAH KHUSUS DOMBA GARUT
Adeg-adeg : Kesesuaian postur tubuh mulai dari badan sampai kaki atau bentuk umum performa fisik yang
dinilai dari fostur (kekokohan badan, leher dn kepala), jingjingan (bentuk, ukuran dan
letak tanduk), ules (bentuk di raut muka).
Baracak : Kombinasi warna kulit domba dengan dominasi hitam atau abu-abu dan bercak-bercak kecil putih
Yang tidak teratur pada sekujur atau sebagian tubuhnya.
Baralak : Jenis bulu domba yang mirip dengan bercak yang ukurannya lebih besar.
CATUR BANGGA DOMBA GARUT
1. Ules Beungeut : Kasep, ngamenak dan ngaules
2. Mata : Kupa
3. Telinga : Rumpung, rumpung sapotong, ngadaun hiris dan ngadaun nangka saeutik
4. Tanduk : Nagbendo, golong tambang, setengah gayor, gayor, leang-leang sogong
5. Kualitas Tanduk : Poslen, waja, beusi, gebog
6. Warna Bulu : Sambung, riben sebak, belang sapi, macan, jog-jog, laken, baracak, monyet, kunyuk,
Lunglum, perak, bodas apu, jogja dan riben mencenges
7. Ekor : Ngabuntut beurit, ngabuntut bagong dan ngadaun waru
8. Kanjut/ Scrotum : Laer, ngarandu dan ngajantung
9. Kaki : Mancuh, kuda, regang waru, meureup ucing.